Sebuah ladang yang luas ditumbuhi oleh informasi yang tanpa batas hingga kertas-kertas yag dipegang oleh masyarakat tak mampu lagi menampungnya.. kami merasa peduli dengan itu semua.. kami merasa butuh melestarikan isi ladang tersebut.. kami merasa selalu butuh informasi... dan... kami menciptakan sebuah KERTASBARU

Jatinangor oh.. Jatinangor

Jatinangor..
sebenarnya apa sih yang disebut Jatinangor???
sebuah kecamatan yang luas, padat ramai, ribut namun bikin kita kangen terus...
sebuah kawasan nun jauh di ujung timur Bandung Raya

Kali ini KERTASBARU bakal ngajak kamu jalan-jalan ke kawasan yang disebut kawasan pendidikan itu...
mengintip dari banyak celah yang tak terdeteksi oleh masyarakat mengenai wilayah yang dihuni 4 perguruan tinggi itu...

Rabu, 23 Januari 2008

Jalan Baru Bukan Jalan Keluar


Bete deh gw. Macet mulu nih. Waduh gw bisa telat ngampus ni kalo macet kayak gini. Mungkin itu juga yang saya dan teman-teman alami di Jatinangor. Ya, kemacetan di Jatinangor merupakan salah satu masalah yang cukup krusial di samping masalah-masalah lain. Kemacetan di kecamatan yang dijadikan kawasan pendidikan ini sampai saat ini belum juga bisa diatasi. Salah satu langkah pemerintah daerah setempat untuk mengatasi kemacetan di Jatinangor adalah membuat ruas jalan sepanjang lebih kurang 1,2 km, untuk membagi dua arus lalu lintas di Jatinangor.

Posisi ruas jalan baru itu dibangun mulai dari arah barat sekitar SPBU Desa Cibeusi Jatinangor hingga pertigaan kampus Unpad depan kantor kecamatan Jatinangor. Kalau dilihat dari arah Bandung menuju Sumedang, ruas jalan baru tersebut membentang di sebelah kiri ruas jalan Bandung-Sumedang. Alurnya, dari mulai sekitar SPBU Desa Cibeusi hingga sebelah barat Kampus STPDN berdampingan dengan ruas jalan yang ada sekarang, pada lahan milik kampus STPDN. Selanjutnya, membelok sedikit ke kiri lalu membentang lurus hingga menembus jalan menuju kampus Unpad melewati lahan di belakang kawasan pemukiman penduduk.

Namun, sepertinya pembangunan ruas jalan baru tersebut belum juga bisa mengatasi masalah kemacetan di Jatinangor. Padatnya kendaraan yang melintas wilayah Jatinangor ditambah dengan padatnya bangunan, ditenggarai sebagai salah satu penyebab kemacetan. Belum lagi angkutan kota (angkot) yang berhenti sembarangan. Belum lagi pedagang kaki lima yang mengambil badan jalan sebagai tempat berdagagang. Jatinangor sendiri merupakan wilayah perlintasan bagi kendaraan yang akan menuju ke arah Cirebon, Majalengka , dan Jawa Tengah.

Kendaraan yang akan menuju Jawa Tengah atau sebaliknya, pasti melewati Jatinangor. Kendaraan yang melintas pun tidak hanya mobil pribadi, tetapi truk-truk pengangkut barang, kontainer, dan bus-bus angkutan kota atau antarkota. Belum lagi angkot dan kendaraan pribadi mahasiswa yang tinggal di Jatinangor.

Padatnya volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan luasnya ruas jalan yang ada. Pembangunan ruas jalan yang baru belum juga mengatasi kemacetan. Pengalaman saya sehari-hari, pembangunan ruas jalan tersebut tidak cukup efektif untuk mengatasi kemacetan di Jatinangor.

Sejak jalan tersebut selesai dibangun dan mulai dipergunakan, penumpukan kendaraan justru terjadi di daerah pangkalan Damri (pangdam). Di pertigaan tersebut terjadi penyempitan jalur seperti leher botol (bottleneck). Selain itu, pertigaan tersebut juga merupakan tempat mangkalnya bis Damri dan ojek.

Selain itu, masih ada kendaraan yang melintas di jalur lama yang seharusnya satu arah dari arah Sumedang ke Bandung. Mereka tidak melewati jalan baru tersebut. Padahal di jalur tersebut sudah dipasang rambu lalu lintas “stop” dan panah ke arah kiri (ke arah jalan baru).

Yang lebih menggelikan, baru-baru ini saya menemukan rambu baru di bawah rambu “stop”, yakni tulisan “kecuali angkot”. Menurut saya, pemasangan tulisan tersebut membuktikan pemerintah, khususnya Dinas Perhubungan tidak konsisten dalam menerapkan peraturan. Mengapa angkot diperbolehkan melintas ke jalur yang seharusnya satu arah dari Sumedang ke Bandung?

Pertimbangan yang diambil pemerintah mungkin karena para supir angkot merasa sulit mendapatkan penumpang dari jalur baru tersebut. Padahal, jika semua angkot patuh dan melintas lewat jalur baru, para penumpang pun akan sadar dan mereka akan menunggu angkot di jalur baru juga.

Sudah seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam menerapkan dan mengaplikasikan regulasi yang ada. Karena jika kita lihat, kontradiksi rambu-rambu tersebut justru membuat pembangunan jalan baru menjadi percuma. Jika angkot masih melintas ke jalur lama, maka arus kendaraan dari arah Sumedang akan terhambat juga dan kemacetan akan terus terjadi.

Selain itu, sosialisasi jalan baru tersebut harus benar-benar dilaksanakan kepada semua pihak. Para aparat polisi lalu lintas juga harus lebih berani dan tegas dalam menindak setiap pelanggar aturan lintas. Terakhir, yang jelas masalah kemacetan ini merupakan “pr” bagi kita semua. Semua pihak harus memiliki komiten untuk menjadikan Jatinangor benar-benar sebagai kawasan pendidikan yang nyaman dan kondusif. (san)

Tidak ada komentar: