Bete deh gw. Macet mulu nih. Waduh gw bisa telat ngampus ni kalo macet kayak gini. Mungkin itu juga yang saya dan teman-teman alami di Jatinangor. Ya, kemacetan di Jatinangor merupakan salah satu masalah yang cukup krusial di samping masalah-masalah lain. Kemacetan di kecamatan yang dijadikan kawasan pendidikan ini sampai saat ini belum juga bisa diatasi. Salah satu langkah pemerintah daerah setempat untuk mengatasi kemacetan di Jatinangor adalah membuat ruas jalan sepanjang lebih kurang 1,2 km, untuk membagi dua arus lalu lintas di Jatinangor.
Posisi ruas jalan baru itu dibangun mulai dari arah barat sekitar SPBU Desa Cibeusi Jatinangor hingga pertigaan kampus Unpad depan kantor kecamatan Jatinangor. Kalau dilihat dari arah
Namun, sepertinya pembangunan ruas jalan baru tersebut belum juga bisa mengatasi masalah kemacetan di Jatinangor. Padatnya kendaraan yang melintas wilayah Jatinangor ditambah dengan padatnya bangunan, ditenggarai sebagai salah satu penyebab kemacetan. Belum lagi angkutan
Kendaraan yang akan menuju Jawa Tengah atau sebaliknya, pasti melewati Jatinangor. Kendaraan yang melintas pun tidak hanya mobil pribadi, tetapi truk-truk pengangkut barang, kontainer, dan bus-bus angkutan
Padatnya volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan luasnya ruas jalan yang ada. Pembangunan ruas jalan yang baru belum juga mengatasi kemacetan. Pengalaman saya sehari-hari, pembangunan ruas jalan tersebut tidak cukup efektif untuk mengatasi kemacetan di Jatinangor.
Sejak jalan tersebut selesai dibangun dan mulai dipergunakan, penumpukan kendaraan justru terjadi di daerah pangkalan Damri (pangdam). Di pertigaan tersebut terjadi penyempitan jalur seperti leher botol (bottleneck). Selain itu, pertigaan tersebut juga merupakan tempat mangkalnya bis Damri dan ojek.
Selain itu, masih ada kendaraan yang melintas di jalur lama yang seharusnya satu arah dari arah Sumedang ke
Yang lebih menggelikan, baru-baru ini saya menemukan rambu baru di bawah rambu “stop”, yakni tulisan “kecuali angkot”. Menurut saya, pemasangan tulisan tersebut membuktikan pemerintah, khususnya Dinas Perhubungan tidak konsisten dalam menerapkan peraturan. Mengapa angkot diperbolehkan melintas ke jalur yang seharusnya satu arah dari Sumedang ke
Pertimbangan yang diambil pemerintah mungkin karena para supir angkot merasa sulit mendapatkan penumpang dari jalur baru tersebut. Padahal, jika semua angkot patuh dan melintas lewat jalur baru, para penumpang pun akan sadar dan mereka akan menunggu angkot di jalur baru juga.
Sudah seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam menerapkan dan mengaplikasikan regulasi yang ada. Karena jika kita lihat, kontradiksi rambu-rambu tersebut justru membuat pembangunan jalan baru menjadi percuma. Jika angkot masih melintas ke jalur lama, maka arus kendaraan dari arah Sumedang akan terhambat juga dan kemacetan akan terus terjadi.
Selain itu, sosialisasi jalan baru tersebut harus benar-benar dilaksanakan kepada semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar